Baru saja baca pepatah latin yang tidak tau dari mana asalnya.
“De Gustibus non est Disputandum“
Artinya: “Tidak ada perdebatan mengenai rasa (selera -red.)”
Saya suka sekali dengan pepatah ini dan bertepatan dengan pemikiran saya akhir” ini. Sering sekali, terutama di bidang makan dan minum, kita bilang yang enak itu enak, seolah rasa itu absolut.
Masing” kita mempunyai selera rasa. Saya suka kopi, bukan berarti semua orang suka kopi. Saya tidak suka Starbucks, bukan berarti saya harus bilang Starbucks tidak enak secara absolut. Buktinya, sukses saentero jagad.
Saya sering ditanya, kopi mana yang paling enak di daerah ini? Atau, apa yang salah dengan kopi instan / kapal api / nespresso etc. ? Jawaban yang selalu saya coba kemukakan, “Tergantung selera lo, kalau selera gue seperti ini”. Jika yang bertanya suka dengan profil rasa yang menurut saya kopi basi, siapa saya untuk bicara itu salah?
Dulu saya tidak suka kopi yang profil rasanya “cerah”, seperti asam buah. Namun sekarang saya sangat menikmati kopi macam itu dan mencari asam buah tersebut. Bila selera itu berubah, absolut itu pun tidak akan pernah tercapai.
Namun di lain sisi, apakah itu berarti kita harus menerima status quo? “Selera lo itu selera lo, selera gue pasti enak!” Garis mana yang perlu kita ambil? Apalagi jika kita berbicara mengenai hasil panen yang tiap tahunnya ada kemungkinan berubah. Ditambah lagi dari sisi produsen (baca: Indonesia) yang bermain di pasar Internasional. Apakah kita mampu untuk selalu bicara “Kopi ini pasti enak (karena laku di Belanda 10 tahun yang lalu etc.)” jika pasar sudah mencari profil rasa yang berbeda?
Satu cerita yang saya dengar, Orang Jepang datang ke satu petani di Nicaragua. Mereka mencari kopi yang profil rasa nya seperti kopi Indonesia tanpa profil Earthy yang Mouldy. Dan petani itu menyanggupkan. Saya dengar langsung dari petani Nicaragua tersebut. Apakah kita mampu untuk terus memberikan Earthy sebagai profil unggulan, jika banyak yang melihat itu sebagai defect? Lalu bagaimana kah profil Earthy yang bukan defect?
Inti dari pemikiran saya ini adalah, sering kita dengar dan bahkan lebih buruknya menyalahkan selera orang lain atau membenarkan selera sendiri. Tentu selera itu berbeda. Namun tidak gunanya diperdebatkan. Coba kita membuka wawasan, dan mencoba melihat sudut pandang yang berbeda. Suka tidak suka, itu adalah selera yang tidak perlu diperdebatkan. Apalagi sebagai produsen, apakah anda mampu membodohkan konsumen? Apakah Indonesia mampu bersikeras produk kita yang terbaik? -Apalagi jika kita tidak pernah merasa produk saingan kita. Kembali kepada, target pasar mana yang kita incar.
“Suum Cuique”